Malam dilalui, badan dihembus
angin malam padang gurun pasir, dalam gelap malam Mabit (mampir sejenak) usai wukuf di padang
Arafah.
( Perjalanan yang terasa paling
berat diantara rangkaian perjalanan ibadah Haji).
Dalam sisa lelah, semangat mengalahkan segalanya. Kaki merayapi anak-anak
tangga alami, diantara hamparan tenda-tenda Jamaah.
Puncak bukit disisi utara perbukitan Mina, sebuah tenda berwarna putih
kini menjadi “rumah tinggal” kami.
Tak ada strata kehidupan dunia yang selalu dibanggakan seseorang. Semua
menghampar, badan hanya tersekat alas tenda dengan bumi, tempat kami nanti
kembali.
Sebuah sudut pinggiran Tenda yang nyaris bersinggungan dengan tebing,
menjadi tempat nyamanku di dalam tenda.
Dari waktu ke waktu, detik ke detik, lafaz doa terdengar samar dari
setiap tenda.
Kepasrahan, harapan, dan
permohonan ampunan, mengalir dalam tunduk-tunduk, sujud yang khusu.
Kucium bumi dalam sujud khusu, bagai mencium hiduo dan matiku.
Malam dipenuhi doa, sampai pada titik lelah mengantarkan tidur….
Jelang Subuh, antrian Jamaah di pintu Kamar mandi. Tak ada
sikut-sikutan, dorong-dorongan yang biasa merasa aku lebih dari yang lain.
Semua dalam ke setaraan.!
Sisa kantuk dan kaki lelah, tak
menyurutkanku melangkah, meniti setiap pijakan tanah bukit.
Sampailah pada titik tertinggi.
Subhanallah,..!
Lembah dan bukit Minadi penuhi hamparan Tenda-tenda putih.! Tertata
rapi, jalan mulus membelah deretan tenda, bagai perumahan elit, jalan dan
persimpangan mengingatkan pada kmplek perumahan elit..
Matahari membuka hari, pelan-pelan naik, cahayanya menerobos diantara
ujung-ujung kerucut tenda.
Entah kapan aku akan menyaksikan ini lagi……