Tuesday, August 20, 2013

PRESIDEN KU MALAM INI



Seorang Pria usia diatas 53 tahunan, berpeci hitam khas Indonesia, berdiri gagah di mimbar.

 Bendera merah putih kecil diatas mimbarnya dan puluhan Microphone berjajar di depan mimbar.

Ruangan mewah luas, dipenuhi para Pemimpin, Tokoh dunia hampir seluruh negara, duduk di kursi yang empuk, memenuhi ruangan.

Lelaki yang di mimbar menjadi sentral perhatian dari seluruh hadirin, para pemimpin Negara dari seluruh belahan dunia yang ada di ruangan itu.

Dengan suara yang penuh wibawa, lelaki di mimbar itu berkata :
“ Yang mulai Saudara-saudar para pemimpin dunia, perkenankan saya untuk bicara tentang Negara kaya, yang bagai sekeoing tanah Sorga yang terlempar ke bumi ini.

Yang Maha Kuasa, memberikan berkah Cahaya matahari sepanjang tahun dan hujan yang menyuburkan tanah kami, yang mungkin tidak diberikan pada Negara tuan-tuan.

Diatas tanah kami, hamparan hutan yang hijau, dilapisan tanah bawahnya ada batubara, di bawahnya lagi ada Minyak dan Gas dan juga emas serta berbagai material lainnya.

Dari Sabang di ujung barat, sampai Merauke di ujung timur, hamparan keindahan alam, dan keragaman budaya adalah kekayaan dan kekayaan jiwa-jiwa kami, putra-putri negeri kami..! ”

Pria itu bicara dengan jelas, lantang, dan berwibawa walaupun “tanpa tangan mengepal” yang sudah jadi “pemandangan usang” yang sering ditiru para elit politik negeri yang beranama Indonesia.

Para hadirin di ruang itupun terkesima dengan gaya bicaranya. Iapun melanjutkan biacara :
“ Sebenarnya dengan kekayaan alam itu, kami tidak perlu lagi banyak keterganungan dari negera tuan-tuan. Tuan-tuan malah sejak berabad abad lalu datang dan meraup paksa kekayaan kami, karena negeri tuan-tuan tak memilikinya.!

Tuan-tuan telah datang dengan cara dagang bahkan dengan cara merampas harta-harta kami. Berabad abad kami hanya menangis diatas tumpukan kekayaan negeri yang tuan-tuan rampas. “

Demikian katanya dengan tegas, tanpa ada beban saat berucap.
“Rakyat kami kini telah bangki menjalankan amanah dan kesadaran dan kesia-sian waktu, dan mengamanahkan padaku, untuk memimpin   negeri yang kaya ini”.
Ia menyeka keringat yang jatuh di dahinya.

“ Aku hanya menjalankan amanah rakyatku. Aku hanya menjalankan amanah rakyatku, bukan partaiKu.!
Aku terlahir memimin, bukan karena aku mengusung nama besar leluhurku dibelakqng namaku !

Aku maju, bukan karena aku Pengusaha yang hndak berkuasa, agar usahaku terlindungi. Bahkan akupun bukan, manusia yang akan maju karena kekuatanku sebagai Jendral…!

Tuan-tuan yang mulia, Pemerintahan kami akan kubentuk dari kumpulan manusia amanah, mereka adalah  adalah rakyat biasa bahkan mungkin jelata, kumpulan orang-orang pilihan, bukan kumpulan orang-orang partai yang hanya ingin  berbagi kebagian kue.! Yang bernama Kue keuasaan..!

Tetapi medeka adalah manusia biasa yang siap berada dibawah reruntuhan rumah  kami yang telah runtuh, untuk sama-sama berdiri membangun rumah yang bernama Rapublik Indonesia.!

Tuan-tuan yang mulia, karean itulah enyahlah cerita masa lalu, yang telah tuan-tuan permainkan untuk Negara kami.!
Tak ada lagi perusahaan Negara-Negara tuan-tuan yang hanya bisa membohongi dan  mengis pun di-pundi tuan-tuan dengan  emas-emas kami..! “

Mendengar kalimat terakhir, seorang pemimpin Negara adi daya yang hadir di ruangan itu tercengang.
“ Tuan-tuan, tegakah kalian membiarkan rakyatku berKoteka, dan berpakaian selembar untaian kulit pohon ? Dengan alasan, biarkan mereka alami. Padahal sebuah upaya perlambatan kemajuan diri meraka yang tuan-tuan inginkan.
.
Dan…tuan-tuan cekoki mereka dengan berbotol-botol minuman keras, agar mereka melayang setengah gila, lupa akan kekayaan negeri tanah tempat kakinya berpijak, sementara tangan-tangan kotor mengambil harta dari bumi mereka ! “.

Aku terlahir untuk mereka, rakyatku. Karena itu aku tak bisa “dimerahkan, dibirukan, dihijaukan bahkan diputihkan”.
Enyahlah para Politikus yang rakus, enyahlah para pemimpin yang hanya mengandalkan kharisma leluhur, enyahlah para pemimpin yang hanya karena Jendral…! ”
   
Lelaki itu seraya menggebrak meja Podium didepannya. Hentakan tangannya keras, dengan kepalan tangan dan otot yang begitu kuat.

Deretan Microphone di podium itu berjatuhan.
Suara gebrakan ke meja amat keras !  
Dan………suara itu membangunkanku  dari tidur panjangku malam ini..!

Oh….Presidenku,  hanya hadir dalam mimpiku malam in..!

No comments:

Post a Comment