Toko swalayan yg menyandang "Mart" merasuk masuk ke pelosok kampung
daerah terpencil.
Bahkan Satu group korporasi pemilik toko swalayan itu mungkin sudah melebihi kuotanya, karena sudah terlalu banyak. Bim salabim, diciptakan nama baru yg beda dikit dengan kakaknya, dari Mart menjadi Midi.
Group swalayan asingpun ikut rame-rame merambah. Dari mulai Swalayan serba ada, nempel di POM Bensin (SPBU), sampai tempat nongkrong anak-anak muda.
Bahkan Satu group korporasi pemilik toko swalayan itu mungkin sudah melebihi kuotanya, karena sudah terlalu banyak. Bim salabim, diciptakan nama baru yg beda dikit dengan kakaknya, dari Mart menjadi Midi.
Group swalayan asingpun ikut rame-rame merambah. Dari mulai Swalayan serba ada, nempel di POM Bensin (SPBU), sampai tempat nongkrong anak-anak muda.
Jarak satu sama lain hanya dalam hitungan puluhan meter, bahkan berhadap-hadapan, berdampingan.
Warung-warung kecil, warung tradisional, gerobak rokok semakin tergusur.
Sudah kalah dalam fasilitas, modal, lokasi dan kelengkapan barang jualan, "kesempatan waktu" pun semakin terdesak. Toko swalayan diberi hak buka 24 jam.!
Warung-warung kecil, warung tradisional, gerobak rokok semakin tergusur.
Sudah kalah dalam fasilitas, modal, lokasi dan kelengkapan barang jualan, "kesempatan waktu" pun semakin terdesak. Toko swalayan diberi hak buka 24 jam.!
Gerobak rokok dan warung klontong tradisional yg berharap rizky disisa paruh malampun semakin tersungkur tak berdaya.
Bagai tusukan akhir yg mematikan, toko swalayan pun kini diberi hak jual makanan mateng, olahan siap saji, layaknya warung makanan, Restaurant.
Warung milik Koperasi pun tak berdaya melawan serangan para warung milik Korporasi, yang menyerang, merambah sampai ke pelosok kampung.
Maka kini, bukan hanya gerobak rokok dan
warung klontong tradisional yg tersungkur.
Esok lusa, tinggal menunggu waktu, "warung makan" akan menutup pintunya, tak ada lagi harap sisa rizky disisa trotoar dan sisa paruh malam.
Dibangunlah rasa gengsi, dicampakan nasib anak-anak negeri, yg berharap rizky demi sejengkal perut disisa paruh malampun luruh sirna diterjang ketidak adilan tanpa perlindungan.!...
Esok lusa, tinggal menunggu waktu, "warung makan" akan menutup pintunya, tak ada lagi harap sisa rizky disisa trotoar dan sisa paruh malam.
Dibangunlah rasa gengsi, dicampakan nasib anak-anak negeri, yg berharap rizky demi sejengkal perut disisa paruh malampun luruh sirna diterjang ketidak adilan tanpa perlindungan.!...
Pertanyaan sederhana mengapa bukan mereka yang mengais rejeki disisa paruh malam yang memiliki sistem itu mengapa mereka hanya berkutat pada kesenjangan modal dan ilmu tanpa sadar zaman sudah berubah padahal ilmu mereka sama pintar,rajin,cerdas,sholeh dan berkharisma guankan ilmu yang sama dan modal yang ada jadilah pesaingnya bukan penontonya saja
ReplyDeleteSelamat pagi. Terima kasih telah "mampir" di Rumah Kata.
ReplyDeleteSebenarnya masuknya ussaha milikmkorporasi sperti itu syah-syah saja.
Hanya yang perlu dpertimbangkan adalaha "adanya perlindungan dan kepedulian pemerintah" terhadap kelompok usaha kecil.
Kalau dari segi kekuatan modal dan fasilitas jelasa "kesenjangan yang terlmampaujauh" untuk bsa dilompati para pedagang. warung tradisional kecil.
Pemberian ijin yang bergitu mudah dan banyak, tanpa pembatasan lokasi, jam buka yang 24 jam, bahkan sekarang jenis baranag yang dijual termasuk makanan masakan, jelas hamoir tidak menyisakan celah untuk pedagang kecil.
Di beberapa daerah ada Pemerintah nya yang peduli, dengan cara pembatasan bahkan ijin untuk Mnimarket tersebut, dan pedagang kecil pun tetap bisa kebagian mencari rizky.
Juga yang dilupakan oleh Pemerintah sekarang adalah KOPERASI. Andai dijalankan dan dikelola secara baik, saya kira keuntungan akan tetap untuk masyarakat. Bukankah kita punya Kementuran Koperasi ?