Dalam perjalanan siang hari yang panas, dalam kondisi lelah dan mengantuk pulang dari luar kota, sudut mata menangkap pandang, seorang Nenek dengan kaki berselonjor di lantai teras sebuah Warung yang tutup.
Badan menyandar dinding warung..
Sebuah Bungkusan, gembolan menemani disisinya.
Bajunya yang lusuh, tangannya yang keriput, sekilas terlihat membuka-buka lembaran Al Qur’an yang setengah terbuka, terbungkus kantong plastik hitam.
Kendaraanku berjalan berlalu melewati tempat itu, gambaran tentang si Nenek masih membekas dalam ingatan, dan terus membekas.
Rasa kepenasaran ( dan jga iba ), arah roda kendaraanku kubalikan arah. Kembali ke Si Nenek.
Kusiapkan beberapa lembar uang yang sepuluh ribuan (dalam hati berfikir mungkin ini Peminta-minta).
Tepat pintu mobil berhenti di depan si Nenek, turun sambil menyapa, seraya menyodorkan lembaran uang.
Si Nenek menggelengkan kepala.
Ach kupikir ini mungkin kurang.
Kuganti dengan lembaran uang berwarna biru.
Si Nenek tetap menggelengkan kepala, tanpa sepatah katapun dari mulutnya. Hanya menggeleng.
Akhirnya coba ku lebih dekat, kubilang ini untuk Nenek, (seraya saya menambah jumlah lembarannya).
Si Nenek tetap menggelengkan kepala, dan berkata :
“ Nggak mau, jangan, nggak mau uang”
Ia pun melanjutkan membaca lagi Kitab Suci itu, seolah tidak mau terganggu kehadiranku.
Dalam kebingunganku, seribu tanya dalam hati.
Kuganti dengan lembaran uang berwarna biru.
Si Nenek tetap menggelengkan kepala, tanpa sepatah katapun dari mulutnya. Hanya menggeleng.
Akhirnya coba ku lebih dekat, kubilang ini untuk Nenek, (seraya saya menambah jumlah lembarannya).
Si Nenek tetap menggelengkan kepala, dan berkata :
“ Nggak mau, jangan, nggak mau uang”
Ia pun melanjutkan membaca lagi Kitab Suci itu, seolah tidak mau terganggu kehadiranku.
Dalam kebingunganku, seribu tanya dalam hati.
Siapa dia?, Untuk apa dia disana?
Ataukah
pengembara tua, yang begitu hebat dan jauh berkelana. Jauh lebih jauh dari pada
kesenangan berkembaraku yang kubanggakan selama ini.
Seorang penjaga Warung yg bersebalahan dengan warung tempat si Nenek, memberi tahu :
" Tidak pernah mau dikasih uang, ia selalu disitu ".
Si Nenek yang renta, ia bisa mengisi usianya dengan membaca Al Qur’an.
Ia tdk
meminta belas kasihan. Ia tdk serakah dgn uang, cukuplah dengan yang ada.
Nenek, ajari kami yang serakah, yang bahkan berlomba menjarah uang Rakyat…!
Nenek, ajari kami yang serakah, yang bahkan berlomba menjarah uang Rakyat…!
No comments:
Post a Comment