Matahari tepat diatas ubun-ubun.
Siang yang garang.
Ombak pantai selatan bergulung, membentuk garis-garis putih keperakan yang tak pernah putus menghampiri pantai.
Membentur pada tebing pantai yang curam, melontarkan kembali pecahan air. Tak pernah berhenti..!
Saat menerpa pantai yang landai, menggerakan butir-butir pasir dan buih-buih yang berjalan. Tak pernah berhenti !
Horizon langit biru membentang. Tak berujung.!
Seorang anak lelaki kecil, layaknya siang itu bersekolah, tapi hari terisi mengais-ngais mencari udang kecil sepanjang sungai yang mengalir membelah kampungnya.
Besar Jaring Ikannya tak sebanding dengan tubuhnya yang telanjang.
Geraknya tak pernah berhenti..!
Dua anak Nelayan "bertengger" di sisa Pohon Ketapang yang miring.
Wajah-wajah yang akrab dengan alam dan kesederhanaan. Entah apa obrolannya.
Barangkali obrolan tentang cita-cita jadi Pemimpin Negeri, atau bahkan untuk sekedar punya cita-cita pun nampaknya tak layak bagi mereka di negeri ini. Karena Kesusahan tak berujung...!
Dua wanita paruh baya, dengan baju kumal seadanya, dan tutup kepala (Tudung, Capil Tani) terbuat dari anyaman bambu yang sudah bertambal di bagian atasnya, berjalan menyusuri tepian muara sungai yang sedang surut airnya.
Matanya jeli melihat setiap gerakan kecil di air. Bakul kecil ditangan kirinya, tangan kanannya dengan gerakan cepat menyambar udang-udang kecil yang sesekali muncul diatas air.
Buih-buih sisa ombak diatas pasir menyentuh Kaki-kakinya yang kurus, yang berjalan dari satu sisi ke satu sisi. Sesekali kearah pantai. Geraknya tak pernah berhenti..!
Siang yang garang, dua wanita pencari udang menepi, berlindung pada rimbun.
Obrolannya sarat "nyanyian keluhan kesusahan" hidup, kesusahan bertahan hidup hanya dengan mencari udang..!
Ombak tak pernah berhenti, Gerak kaki tak harus berhenti.! Karena "sejangkal perut" akan menaggih janji, untuk bertahan ditengah putaran roda kehidupan yang tak berhenti berputar dengan beribu kesusahan...!
mantabs
ReplyDeletekapan negeri yg kaya raya ini bisa dirasakan seluru rkayat
mungkin harus menunggu Pemimpin yang punya nurani, berasal dari rakyat biasa, dan merasakan apa yang diarsakan rakyatnya.
ReplyDelete